Skip to main content

PUISI : AR ROHIIM (YANG MAHA PENYAYANG)

Asmaul Husna - Ar Rohiim (Yang Maha Penyayang) - (asma-ul-husna99.blogspot.com)

Tidak setiap orang mengetahui, 
bahwa jauh di dalam jiwanya,
setiap hari bergaung
selaksa do'a tanpa kata

"Wahai Sang Maha Penyayang,
jangan sampai hari ini aku tak makan, 
jangan sampai tak minum,
jangan sampai patah tangan,
jangan sampai jiwa linglung,
jangan sampai hari berantakan,
jangan sampai lepas napas di hidung,
jangan sampai kehabisan pakaian,
jangan sampai tidur tak bangun,
jangan sampai menyerbu banjir bandang,
jangan sampai meledak gunung
jangan sampai pecah bintang,
jangan sampai matahari turun.........".

Dan Allah Maha mengabulkan,
namun teramat sedikit yang
orang rasa dan pikirkan

Selaksa do'a yang diam,
Selaksa penghargaan bisu diucapkan oleh kesunyian:
Allah Maha Meniti dan Mendengarkan,
Kasihnya Tak Terumuskan,
Di mulut-Nya sukma orang bergelantungan

Di malam-malam yang sepi,
orang mengucapkan 
permintaan-permintaan tambahan,
sebab segala telah dijamin Tuhan,
terkubur di tanah bisu kealpaan.

"Kenapakah saudaraku 
-- demikian engkau mengatakan --
kenapakah selalu hanya 
kita ingat satu diantara seribu :
yakni anugrah Allah yang ditunda,
atau ia balik warna kejadiannya --
sedang dengan itu 
kita diajari bagaimana membaca rahasia?" 

Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna"
Karya "Emha Ainun Nadjib"

Comments

Popular posts from this blog

PUISI : AR ROZZAQ (YANG MAHA PENABUR REZEKI)

Andaikan cukup banyak orang  yang bersedia mengisi kehidupan dengan setia mencari bahan untuk mensyukuri kemahakayaan Tuhan Tentulah tak perlu kita bangun gedung yang terlalu tinggi, mesin-mesin industri, alat-alat muluk, konsumsi-konsumsi mewah yang hanya akan menjerat leher sendiri Namun inilah zaman dengan peradaban paling tinggi, di mana kebahagiaan dan kesejahteraan makin jauh untuk bisa digapai Inilah abad dengan kebudayaan paling gemerlap Di mana kesengsaraan manusia telah sampai pada titik paling mutlak dan rohani umat memasuki ruang yang paling gelap Inilah kurun sejarah  di mana rembulan telah bisa dijadikan layang-layang, di mana bumi digenggam cukup dengan alat satu dua inchi, di mana kemampuan perhubungan telah menjadi luas dunia menjadi satu mili, sehingga memungkinkan segala kebobrokan ini ditutup-tutupi. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna" Karya "Emha Ainun Nadjib"

PUISI : AL BASHIR (YANG MAHA MELIHAT)

Tiada hal yang perlu kuperlihatkan kepada-Mu, Gustiku, Karena Engkau adalah Melihat itu sendiri, dan kalaupun aku bermaksud memperlihatkan sesuatu kepada-Mu, maka daya memperlihatkan itu pun tak lain adalah milik-Mu Tiada hal yang perlu kusembunyikan dari-Mu, Gustiku, karena setiap ruang persembunyian niscaya milik-Mu jua, dan kalaupun sesekali aku berusaha menyembunyikan sesuatu maka daya menyembunyikan itu hanyalah hasil pencurianku atas hukum-Mu Pernah kupasang topeng-topeng di wajahku, kulapiskan pakaian di badanku, kubungkuskan kepura-puraan  dihamburan kata-kata dan tingkah lakuku Namun selalu, Gustiku, diujung kepengecutan itu, akhirnya kutahu, bahwa kalau diantara selaksa kemungkinan ilmu-Mu, Engkau sediakan juga topeng-topeng penipu, tak lain itu adalah petunjuk agar aku berjuang melepaskan dan mencampakannya : Supaya aku peroleh Engkau Di akhir pengembaraanku. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna&

PUISI : AL 'ALIIM (YANG MAHA MENGETAHUI)

Segala peristiwa, bagiku, hanya hampa Engkaulah yang mengajarkan Apakah ia rejeki atau bencana Dungu atau berilmu, bagiku, hanya bisu Engkaulah yang memberitahu Apakah ia sejati atau semu Miskin atau kaya, itu fatamorgana Engkaulah yang membukakan mata Untuk tahu harta yang baka Engkau... Gusti... Bertanya... Kenapa rejeki disebut bencana? Kenapa celaka dipujipuja? Kenapa ilmu menelan manusia? Kenapa miskin dianggap kaya? Kenapa oleh maya terbelalak mata? Beribu orang Gagal memahaminya Aku juga, Gusti, aku juga Namun ada Satu ilmu nyata Jika kepada-Mu kutumpahkan jiwa raga Tak ada bencana tak ada miskin papa Tak pernah sedih, tak sempat sia-sia Sebab Engkaulah Guru Yang Maha. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna" Karya "Emha Ainun Nadjib"