Skip to main content

REVIEW BUKU : NEGERI 5 MENARA

Cover Buku Negeri 5 Menara
 Sinopsis & Testimoni Negeri 5 Menara 

















Judul : Negeri 5 Menara 
Penulis : Ahmad Fuadi
Genre : Fiksi Novel 
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2009 
Tebal Buku : 422 halaman
No. ISBN : 978-979-22-4861-6
Harga Buku : 98.000 Rupiah (gramedia.com) 


Cerita Singkat :

Kalau terdengar kata “Pondok Pesantren (ponpes)”, apa yang terbesit di pikiran kalian? Agamis, tentu, Pakaiannya tertutup, pasti, tapi apakah memang selalu terlintas hal-hal yang positif? Bagaimana dengan stereotip beberapa lapisan masyarakat kalau ponpes adalah tempat penyembuhan jiwa anak-anak nakal? Kadang-kadang terlihat seperti itu bukan? 

Yah, bagaimanapun persepsi setiap orang, itu hanyalah sebuah persepsi, pada akhirnya pembentukan Pondok Pesantren pasti tujuannya untuk mencetak generasi-generasi Qur’ani muda yang tidak hanya berhenti di belajar secara teori, namun turut bergerak dan mengamalkan Islam Rahmatan Lil Alamin (Islam adalah Rahmat Bagi Semesta Alam) dalam kehidupan sehari-hari. 

Cerita ini bermula dari Alif, pemeran utama dalam novel ini yang sedang berada di Amerika Serikat, ditelpon kawannya dulu yaitu Atang untuk mengajak reunian di London, Inggris.  Teringatlah Alif dengan masa lalunya bersama Atang dan teman-temannya di Pondok Modern Gontor , bagaimana dia berproses di Pondok yang memang terkenal dengan disiplin yang tinggi, penguasaan bahasa asing (Arab dan Inggris), serta kaderisasi dan jaringan alumni yang sangat kuat. 

Pondok Modern Gontor memang memiliki konsep berbeda dari Pondok Pesantren kebanyakan, bahkan bisa disebut sebagai pionir dalam sistem pendidikan islam modern di lingkungan ponpes.  Tidak hanya belajar agama Islam secara mendalam dalam hal teori, namun ada prakteknya langsung di lapangan, selain itu ada penggunaan bahasa Arab dan Inggris dalam kehidupan sehari-hari diharapkan membuat mereka mampu bersaing di luar negeri dan tidak lupa juga disini bisa melakukan pengembangan diri sesuai hobi masing-masing, bisa olahraga, seni, dan lain sebagainya.  Hal ini bisa dilakukan karena Pondok Modern Gontor sangatlah luas, bisa terlihat dari gambar dibawah ini : 

 Layout Pondok Modern Gontor

Salah satu trademark lain dari Pondok ini adalah soal kedisiplinan.  Disiplin? Bagaimana bisa? Digambarkan disini bahwa salah satu siswa senior biasanya kepala Keamanan Pusat, pengendali penegakan di pondok. Kerjanya berkeliling pondok dari pagi hingga malam hari dengan sepedanya, setiap pelanggaran di setiap sudut pondok pasti langsung dihukum di tempat tanpa pandang bulu, dan hal ini sangatlah ditakuti setiap siswa disana.

Satu hal yang terekam di memoriku adalah beberapa kalimat indah pembangkit motivasi dari salah satu ulama besar di dunia, yaitu Imam Syafi’i dibawah ini :

Petikan Kalimat Indah Imam Syafi'i 

Novel ini diceritakan dengan bahasa yang mudah dipahami, dengan alurdan pada akhirnya kita akan tahu bagaimana seluk beluk kehidupan terutama siswa di Pondok Modern Gontor mulai dari tingkat pertama sampai tingkat akhir dan tentunya resep dalam menghasilkan lulusan-lulusan hebat tidak hanya dibidang agama seperti Prof. Din Syamsuddin, namun juga ada yang menjadi budayawan layaknya Emha Ainun Nadjib maupun penulis buku ini yakni Ahmad Fuadi.

Selamat membaca!!! Baca juga chapter selanjutnya karena novel ini diterbitkan dalam bentuk trilogi, tunggu reviewnya yaa…

Yang Menarik :
  • Sangat detail mengenai kehidupan di Pondok Modern Gontor sehingga bisa membuka pikiran orang-orang yang terlanjur skeptis dengan pondok
  • Banyak konflik yang seru dan menegangkan jika dibayangkan
  • Kita bisa belajar kehidupan dari novel ini, seperti menghargai perbedaan dengan orang lain, bekerja keras, disiplin, dsb
  • Kalimat Man Jadda Wajada sangatlah spesial dan menggugah hati
Kalimat Pemantik Semangat "Man Jadda Wajada"
 

Comments

Popular posts from this blog

PUISI : AR ROZZAQ (YANG MAHA PENABUR REZEKI)

Andaikan cukup banyak orang  yang bersedia mengisi kehidupan dengan setia mencari bahan untuk mensyukuri kemahakayaan Tuhan Tentulah tak perlu kita bangun gedung yang terlalu tinggi, mesin-mesin industri, alat-alat muluk, konsumsi-konsumsi mewah yang hanya akan menjerat leher sendiri Namun inilah zaman dengan peradaban paling tinggi, di mana kebahagiaan dan kesejahteraan makin jauh untuk bisa digapai Inilah abad dengan kebudayaan paling gemerlap Di mana kesengsaraan manusia telah sampai pada titik paling mutlak dan rohani umat memasuki ruang yang paling gelap Inilah kurun sejarah  di mana rembulan telah bisa dijadikan layang-layang, di mana bumi digenggam cukup dengan alat satu dua inchi, di mana kemampuan perhubungan telah menjadi luas dunia menjadi satu mili, sehingga memungkinkan segala kebobrokan ini ditutup-tutupi. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna" Karya "Emha Ainun Nadjib"

PUISI : AL BASHIR (YANG MAHA MELIHAT)

Tiada hal yang perlu kuperlihatkan kepada-Mu, Gustiku, Karena Engkau adalah Melihat itu sendiri, dan kalaupun aku bermaksud memperlihatkan sesuatu kepada-Mu, maka daya memperlihatkan itu pun tak lain adalah milik-Mu Tiada hal yang perlu kusembunyikan dari-Mu, Gustiku, karena setiap ruang persembunyian niscaya milik-Mu jua, dan kalaupun sesekali aku berusaha menyembunyikan sesuatu maka daya menyembunyikan itu hanyalah hasil pencurianku atas hukum-Mu Pernah kupasang topeng-topeng di wajahku, kulapiskan pakaian di badanku, kubungkuskan kepura-puraan  dihamburan kata-kata dan tingkah lakuku Namun selalu, Gustiku, diujung kepengecutan itu, akhirnya kutahu, bahwa kalau diantara selaksa kemungkinan ilmu-Mu, Engkau sediakan juga topeng-topeng penipu, tak lain itu adalah petunjuk agar aku berjuang melepaskan dan mencampakannya : Supaya aku peroleh Engkau Di akhir pengembaraanku. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna&

PUISI : AL 'ALIIM (YANG MAHA MENGETAHUI)

Segala peristiwa, bagiku, hanya hampa Engkaulah yang mengajarkan Apakah ia rejeki atau bencana Dungu atau berilmu, bagiku, hanya bisu Engkaulah yang memberitahu Apakah ia sejati atau semu Miskin atau kaya, itu fatamorgana Engkaulah yang membukakan mata Untuk tahu harta yang baka Engkau... Gusti... Bertanya... Kenapa rejeki disebut bencana? Kenapa celaka dipujipuja? Kenapa ilmu menelan manusia? Kenapa miskin dianggap kaya? Kenapa oleh maya terbelalak mata? Beribu orang Gagal memahaminya Aku juga, Gusti, aku juga Namun ada Satu ilmu nyata Jika kepada-Mu kutumpahkan jiwa raga Tak ada bencana tak ada miskin papa Tak pernah sedih, tak sempat sia-sia Sebab Engkaulah Guru Yang Maha. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna" Karya "Emha Ainun Nadjib"