Skip to main content

PUISI : AL MAAJID (SANG MAHA EMPUNYA KEMULIAAN)

Asmaul Husna - Al Maajid (Sang Maha Empunya Kemuliaan) - (twitter.com)

Seorang abdi Allah 
yang jiwa dan tubuhnya harus tiap hari ia mandikan,
tahu bahwa kotoran yang selalu menyertainya itu
disediakan untuk mempelajari kemuliaan-Nya

Seorang abdi Allah
yang dihadang kemustahilan,
tahu bahwa keterbatasannya itu diluangkan 
agar ia menghayati kemutlakan Dzat-nya.
Seorang abdi Allah 
yang dicegat oleh ketidakmungkinan,
 menjadi mengerti 
bahwa di balik segala yang tak terbayangkan,
terdapat horison kemungkinan.

Dan tatkala ia menundukkan wajah
karena dari sejuta kemungkinan
ia hanya mampu memegang satu kenyataan,
mafhumlah ia bahwa kemuliaan Allah
sama sekali terbebas dari segala kemungkinan.

Seorang abdi Allah
yang sesekali bingung hatinya
oleh ketidakpahman ia dengan saudara-saudaranya,
melihat kemuliaan Allah 
yang memungkinkan terjadinya kepahaman
di antara ketidakpahaman dan ketidakpahaman

Seorang abdi Allah
yang terkadang bersedih
oleh fitnah saudara-saudaranya
yang timbul oleh kesengajaan
maupun oleh ketidaktahuan,
mensyukuri kemungkinan Allah
karena di tali-Nya semua 
kekhawatiran akan terbuang.

Seorang abdi Allah
yang sepak terjangnya
terbantu oleh hukum dunia di lingkungannya,
tetap dengan tegak 
meneruskan langkah-langkahnya,
sebab setiap sembayangnya
akrab dengan kemuliaan
senjata rahasia Allah.

Sang Maha Mulia,
Sang Maha Empunya Kemuliaan,
menelusupkan kesabaran dan keikhlasan
ke dalam jiwa abdi-abdi-Nya secara tak terkira,
agar tetap sehat rohani mereka sampai sorga.

Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna"
Karya "Emha Ainun Nadjib"

Comments

Popular posts from this blog

PUISI : AR ROZZAQ (YANG MAHA PENABUR REZEKI)

Andaikan cukup banyak orang  yang bersedia mengisi kehidupan dengan setia mencari bahan untuk mensyukuri kemahakayaan Tuhan Tentulah tak perlu kita bangun gedung yang terlalu tinggi, mesin-mesin industri, alat-alat muluk, konsumsi-konsumsi mewah yang hanya akan menjerat leher sendiri Namun inilah zaman dengan peradaban paling tinggi, di mana kebahagiaan dan kesejahteraan makin jauh untuk bisa digapai Inilah abad dengan kebudayaan paling gemerlap Di mana kesengsaraan manusia telah sampai pada titik paling mutlak dan rohani umat memasuki ruang yang paling gelap Inilah kurun sejarah  di mana rembulan telah bisa dijadikan layang-layang, di mana bumi digenggam cukup dengan alat satu dua inchi, di mana kemampuan perhubungan telah menjadi luas dunia menjadi satu mili, sehingga memungkinkan segala kebobrokan ini ditutup-tutupi. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna" Karya "Emha Ainun Nadjib"

PUISI : AL 'ALIIM (YANG MAHA MENGETAHUI)

Segala peristiwa, bagiku, hanya hampa Engkaulah yang mengajarkan Apakah ia rejeki atau bencana Dungu atau berilmu, bagiku, hanya bisu Engkaulah yang memberitahu Apakah ia sejati atau semu Miskin atau kaya, itu fatamorgana Engkaulah yang membukakan mata Untuk tahu harta yang baka Engkau... Gusti... Bertanya... Kenapa rejeki disebut bencana? Kenapa celaka dipujipuja? Kenapa ilmu menelan manusia? Kenapa miskin dianggap kaya? Kenapa oleh maya terbelalak mata? Beribu orang Gagal memahaminya Aku juga, Gusti, aku juga Namun ada Satu ilmu nyata Jika kepada-Mu kutumpahkan jiwa raga Tak ada bencana tak ada miskin papa Tak pernah sedih, tak sempat sia-sia Sebab Engkaulah Guru Yang Maha. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna" Karya "Emha Ainun Nadjib"

PUISI : AL BASHIR (YANG MAHA MELIHAT)

Tiada hal yang perlu kuperlihatkan kepada-Mu, Gustiku, Karena Engkau adalah Melihat itu sendiri, dan kalaupun aku bermaksud memperlihatkan sesuatu kepada-Mu, maka daya memperlihatkan itu pun tak lain adalah milik-Mu Tiada hal yang perlu kusembunyikan dari-Mu, Gustiku, karena setiap ruang persembunyian niscaya milik-Mu jua, dan kalaupun sesekali aku berusaha menyembunyikan sesuatu maka daya menyembunyikan itu hanyalah hasil pencurianku atas hukum-Mu Pernah kupasang topeng-topeng di wajahku, kulapiskan pakaian di badanku, kubungkuskan kepura-puraan  dihamburan kata-kata dan tingkah lakuku Namun selalu, Gustiku, diujung kepengecutan itu, akhirnya kutahu, bahwa kalau diantara selaksa kemungkinan ilmu-Mu, Engkau sediakan juga topeng-topeng penipu, tak lain itu adalah petunjuk agar aku berjuang melepaskan dan mencampakannya : Supaya aku peroleh Engkau Di akhir pengembaraanku. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna...