Skip to main content

REVIEW BUKU : BUKAN UNTUK DIBACA SERI KE-2

Cover Buku Bukan Untuk Dibaca Seri Ke-2
Judul : Bukan Untuk Dibaca Seri Ke-2
Penulis : Deassy M. Destiani
Genre : Filsafat Kehidupan 
Penerbit : Selaksha Publishing 
Tahun Terbit : 2014 
Tebal Buku : 402 halaman 
No ISBN : 978-602-1697-07-8


Cerita Singkat :

Semua manusia di muka bumi ini tentu memiliki pengalaman hidup dan nasib yang berbeda-beda, kadang baik, kadang buruk, kadang diatas, kadang dibawah.  Tentu dalam menyikapi kehidupan bagai “roller coster” ini sangat bergantung dari perspektif tiap insan dengan dipengaruhi berbagai hal baik dari diri sendiri maupun lingkungan sekitar.  Juga sebagai pilihan bahwa tiap kejadian itu akan kita bagikan kepada orang lain atau didekam sendiri. 

Bukan Untuk Dibaca, sebuah karya Perempuan Asal Bandung yang terlihat cukup menarik minat pembaca dan anti mainstream dilihat dari judulnya saja.  Berisi kumpulan cerita singkat dari berbagai orang termasuk dirinya sendiri yang mau membagi kisah perjalanan hidupnya baik itu dalam hal positif maupun negatif.  Dengan telaten, alumnus IPB ini merangkum cerita dari berbagai sumber tersebut dengan dibagi menjadi beberapa tema seperti keluarga, persahabatan, perjuangan, kebahagiaan, dan lain sebagainya serta diselingi pesan-pesan positif di bagian akhirnya yang intinya bahwa setiap peristiwa baik harus menjadi contoh, dan setiap peristiwa buruk harus diambil pelajarannya.

Setelah sukses dengan seri pertama yang sampai dicetak ulang sebanyak 7 kali dalam satu tahun terbit, Deassy mencoba untuk membuat karya yang kurang lebih senada dengan karyanya yang pertama.  Kenapa bisa sesukses itu? Menurut Deassy, dengan menceritakan sebuah kisah kepada orang lain, diharapkan orang lain bahkan yang skeptis sekalipun dapat merasakan sampai titik dimana dia akan bertanya ke diri sendiri, “bagaimana jika aku diposisinya?”.  Dalam hal ini, tentu lebih mengena ke hati dibandingkan dengan petunjuk langsung dari orang lain tentang “bagaimana saya harusnya bertindak”, tentu akan ada resistensi dari diri sendiri (kalau istilah lainnya, “Kamu itu siapa? Sok-sok merintah dan ngasih pendapat ke aku.”)  karena dasarnya manusia memiliki ego masing-masing, tinggal bagaimana kita menyikapinya.

Buku ini cocok untuk semua kalangan, dan mampu untuk memotivasi kita untuk menjadi lebih baik dan bersikap penuh optimisme dengan semangat yang tidak mudah padam.  Memang buku ini bukan sebuah karya tulis murni dengan penuh retorika dan kajian akademis, namun ini buku yang harus anda “makan” karena ceritanya mengalir seperti air, bahasanya ringan layaknya jajanan pasar, dan menyejukkan hati seperti es krim. 


Yang Menarik :
  • Bahasanya ringan, nggak perlu mengernyitkan dahi untuk membacanya
  • Dibagi menjadi beberapa tema, jadi pembaca jika sedang minat akan sesuatu bisa langsung loncat ke tema tersebut 
  • Potongan-potongan kisah pendek perjalanan hidup yang mungkin juga dialami para pembaca jadi lebih mengena di hati 

Yang Terasa Kurang :
  • Seharusnya semua sumber disertai nama penulis jadi terlihat lebih fakta aja
  • Kalau ada ilustrasinya gambarnya mungkin lebih menarik

Comments

Popular posts from this blog

PUISI : AR ROZZAQ (YANG MAHA PENABUR REZEKI)

Andaikan cukup banyak orang  yang bersedia mengisi kehidupan dengan setia mencari bahan untuk mensyukuri kemahakayaan Tuhan Tentulah tak perlu kita bangun gedung yang terlalu tinggi, mesin-mesin industri, alat-alat muluk, konsumsi-konsumsi mewah yang hanya akan menjerat leher sendiri Namun inilah zaman dengan peradaban paling tinggi, di mana kebahagiaan dan kesejahteraan makin jauh untuk bisa digapai Inilah abad dengan kebudayaan paling gemerlap Di mana kesengsaraan manusia telah sampai pada titik paling mutlak dan rohani umat memasuki ruang yang paling gelap Inilah kurun sejarah  di mana rembulan telah bisa dijadikan layang-layang, di mana bumi digenggam cukup dengan alat satu dua inchi, di mana kemampuan perhubungan telah menjadi luas dunia menjadi satu mili, sehingga memungkinkan segala kebobrokan ini ditutup-tutupi. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna" Karya "Emha Ainun Nadjib"

PUISI : AL BASHIR (YANG MAHA MELIHAT)

Tiada hal yang perlu kuperlihatkan kepada-Mu, Gustiku, Karena Engkau adalah Melihat itu sendiri, dan kalaupun aku bermaksud memperlihatkan sesuatu kepada-Mu, maka daya memperlihatkan itu pun tak lain adalah milik-Mu Tiada hal yang perlu kusembunyikan dari-Mu, Gustiku, karena setiap ruang persembunyian niscaya milik-Mu jua, dan kalaupun sesekali aku berusaha menyembunyikan sesuatu maka daya menyembunyikan itu hanyalah hasil pencurianku atas hukum-Mu Pernah kupasang topeng-topeng di wajahku, kulapiskan pakaian di badanku, kubungkuskan kepura-puraan  dihamburan kata-kata dan tingkah lakuku Namun selalu, Gustiku, diujung kepengecutan itu, akhirnya kutahu, bahwa kalau diantara selaksa kemungkinan ilmu-Mu, Engkau sediakan juga topeng-topeng penipu, tak lain itu adalah petunjuk agar aku berjuang melepaskan dan mencampakannya : Supaya aku peroleh Engkau Di akhir pengembaraanku. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna&

PUISI : AL 'ALIIM (YANG MAHA MENGETAHUI)

Segala peristiwa, bagiku, hanya hampa Engkaulah yang mengajarkan Apakah ia rejeki atau bencana Dungu atau berilmu, bagiku, hanya bisu Engkaulah yang memberitahu Apakah ia sejati atau semu Miskin atau kaya, itu fatamorgana Engkaulah yang membukakan mata Untuk tahu harta yang baka Engkau... Gusti... Bertanya... Kenapa rejeki disebut bencana? Kenapa celaka dipujipuja? Kenapa ilmu menelan manusia? Kenapa miskin dianggap kaya? Kenapa oleh maya terbelalak mata? Beribu orang Gagal memahaminya Aku juga, Gusti, aku juga Namun ada Satu ilmu nyata Jika kepada-Mu kutumpahkan jiwa raga Tak ada bencana tak ada miskin papa Tak pernah sedih, tak sempat sia-sia Sebab Engkaulah Guru Yang Maha. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna" Karya "Emha Ainun Nadjib"