Skip to main content

PUISI : AL MUGHNIY (YANG MAHA MENGANUGERAHI KEKAYAAN)

Asmaul Husna - Al Mughniy (Yang Maha Menganugerahi Kekayaan) - (youtube.com)

Ke rumah kediaman jiwamu
Allah mengalirkan tiga macam kekayaan

Yang pertama ialah 
kekayaan yang 
terlampau banyak mengandung kemewahan,
bagai gelembung-gelembung air
yang melayang-layang memenuhi angkasa :
amat banyak orang tergeragap dan silau matanya
sehingga berdesak-desakkan 
mereka hendak menangkapnya,
karena tak mengetahui
bahwa sesungguhnya warna-warni itu tak ada.

Kekayaan yang kedua ialah
butiran-butiran ruh yang tiada berupa,
yang terdapat jauh di balik gelembung
yang mebeliakkan mata,
bahkan terdapat di kandung pemandangan
yang nampak bagai gelap gulita.

Adapun kekayaan ketiga,
yakni yang tertinggi kedudukannya,
ialah kekuatan Allah yang di percikkan
ke dalam mata batin hamba-hamba-Nya
yang mampu membuktikan
bahwa seonggok batu bisa memancarkan cahaya,
bahwa yang tiada itu sebenarnya ada,
serta yang mampu merubah segala
yang fakir menjadi kaya.
kebanyakan orang menghabiskan usia
untuk mengejar kekayaan yang pertama,
yakni kekayaan yang seakan-akan saja
merupakan kekayaan ;
namun Allah tak pernah mengistirahatkan dilahirkannya satu dua orang
yang mampu mengolah ruh bumi kekayaan
menjadi sawah biji sorga.

Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna"
Karya "Emha Ainun Nadjib"

Comments

Popular posts from this blog

PUISI : AR ROZZAQ (YANG MAHA PENABUR REZEKI)

Andaikan cukup banyak orang  yang bersedia mengisi kehidupan dengan setia mencari bahan untuk mensyukuri kemahakayaan Tuhan Tentulah tak perlu kita bangun gedung yang terlalu tinggi, mesin-mesin industri, alat-alat muluk, konsumsi-konsumsi mewah yang hanya akan menjerat leher sendiri Namun inilah zaman dengan peradaban paling tinggi, di mana kebahagiaan dan kesejahteraan makin jauh untuk bisa digapai Inilah abad dengan kebudayaan paling gemerlap Di mana kesengsaraan manusia telah sampai pada titik paling mutlak dan rohani umat memasuki ruang yang paling gelap Inilah kurun sejarah  di mana rembulan telah bisa dijadikan layang-layang, di mana bumi digenggam cukup dengan alat satu dua inchi, di mana kemampuan perhubungan telah menjadi luas dunia menjadi satu mili, sehingga memungkinkan segala kebobrokan ini ditutup-tutupi. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna" Karya "Emha Ainun Nadjib"

PUISI : AL BASHIR (YANG MAHA MELIHAT)

Tiada hal yang perlu kuperlihatkan kepada-Mu, Gustiku, Karena Engkau adalah Melihat itu sendiri, dan kalaupun aku bermaksud memperlihatkan sesuatu kepada-Mu, maka daya memperlihatkan itu pun tak lain adalah milik-Mu Tiada hal yang perlu kusembunyikan dari-Mu, Gustiku, karena setiap ruang persembunyian niscaya milik-Mu jua, dan kalaupun sesekali aku berusaha menyembunyikan sesuatu maka daya menyembunyikan itu hanyalah hasil pencurianku atas hukum-Mu Pernah kupasang topeng-topeng di wajahku, kulapiskan pakaian di badanku, kubungkuskan kepura-puraan  dihamburan kata-kata dan tingkah lakuku Namun selalu, Gustiku, diujung kepengecutan itu, akhirnya kutahu, bahwa kalau diantara selaksa kemungkinan ilmu-Mu, Engkau sediakan juga topeng-topeng penipu, tak lain itu adalah petunjuk agar aku berjuang melepaskan dan mencampakannya : Supaya aku peroleh Engkau Di akhir pengembaraanku. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna&

PUISI : AL 'ALIIM (YANG MAHA MENGETAHUI)

Segala peristiwa, bagiku, hanya hampa Engkaulah yang mengajarkan Apakah ia rejeki atau bencana Dungu atau berilmu, bagiku, hanya bisu Engkaulah yang memberitahu Apakah ia sejati atau semu Miskin atau kaya, itu fatamorgana Engkaulah yang membukakan mata Untuk tahu harta yang baka Engkau... Gusti... Bertanya... Kenapa rejeki disebut bencana? Kenapa celaka dipujipuja? Kenapa ilmu menelan manusia? Kenapa miskin dianggap kaya? Kenapa oleh maya terbelalak mata? Beribu orang Gagal memahaminya Aku juga, Gusti, aku juga Namun ada Satu ilmu nyata Jika kepada-Mu kutumpahkan jiwa raga Tak ada bencana tak ada miskin papa Tak pernah sedih, tak sempat sia-sia Sebab Engkaulah Guru Yang Maha. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna" Karya "Emha Ainun Nadjib"