Skip to main content

PUISI : AL LATHIIF (YANG MAHA LEMBUT)

Asmaul Husna - Al Lathiif (Yang Maha Lembut) - (uqi-alsana.blogspot.com)

Katakan ia adalah cahaya,
maka cahaya itu sedemikian lembutnya,
sehingga tiba-tiba saja
ia sudah bersemayam di dalam dada kita

Katakan ia adalah suara,
maka suara itu sedemikian lembutnya,
sehingga tanpa bunyi apa-apa
ia telah mengetuki batin kita
dengan amat tajamnya

Katakan ia adalah udara,
maka udara itu sedemikian lembutnya,
sehingga tanpa kita ketahui
dari mana sumbernya
tiba-tiba saja
ia telah menjadi nafas kita

Katakan ia adalah warna,
maka warna itu sedemikian lembutnya,
sehingga yang paling kasat darinya pun
tak bisa dilihat mata

Atau katakan ia adalah apa saja,
maka apa saja itu sedemikian lembutnya,
sehingga seolah bukan apa-apa

Atau sebut yang paling bersahaja :
ia adalah kata,
maka kata itu sedemikian lembutnya
sehingga ia tak memerlukan huruf
atau peralatan apa saja
untuk membentuknya.

Bahkan sedemikian Maha Lembut ia
yang sesungguhnya,
sehingga sama sekali tak bisa diandaikan
seperti cahaya, seperti suara,
udara, warna, kata, atau apa pun saja, 
karena setiap ungkapan dan pengandaian,
bakal sirna di ruang hampa.

Comments

Popular posts from this blog

PUISI : AR ROZZAQ (YANG MAHA PENABUR REZEKI)

Andaikan cukup banyak orang  yang bersedia mengisi kehidupan dengan setia mencari bahan untuk mensyukuri kemahakayaan Tuhan Tentulah tak perlu kita bangun gedung yang terlalu tinggi, mesin-mesin industri, alat-alat muluk, konsumsi-konsumsi mewah yang hanya akan menjerat leher sendiri Namun inilah zaman dengan peradaban paling tinggi, di mana kebahagiaan dan kesejahteraan makin jauh untuk bisa digapai Inilah abad dengan kebudayaan paling gemerlap Di mana kesengsaraan manusia telah sampai pada titik paling mutlak dan rohani umat memasuki ruang yang paling gelap Inilah kurun sejarah  di mana rembulan telah bisa dijadikan layang-layang, di mana bumi digenggam cukup dengan alat satu dua inchi, di mana kemampuan perhubungan telah menjadi luas dunia menjadi satu mili, sehingga memungkinkan segala kebobrokan ini ditutup-tutupi. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna" Karya "Emha Ainun Nadjib"

PUISI : AL 'ALIIM (YANG MAHA MENGETAHUI)

Segala peristiwa, bagiku, hanya hampa Engkaulah yang mengajarkan Apakah ia rejeki atau bencana Dungu atau berilmu, bagiku, hanya bisu Engkaulah yang memberitahu Apakah ia sejati atau semu Miskin atau kaya, itu fatamorgana Engkaulah yang membukakan mata Untuk tahu harta yang baka Engkau... Gusti... Bertanya... Kenapa rejeki disebut bencana? Kenapa celaka dipujipuja? Kenapa ilmu menelan manusia? Kenapa miskin dianggap kaya? Kenapa oleh maya terbelalak mata? Beribu orang Gagal memahaminya Aku juga, Gusti, aku juga Namun ada Satu ilmu nyata Jika kepada-Mu kutumpahkan jiwa raga Tak ada bencana tak ada miskin papa Tak pernah sedih, tak sempat sia-sia Sebab Engkaulah Guru Yang Maha. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna" Karya "Emha Ainun Nadjib"

PUISI : AL BASHIR (YANG MAHA MELIHAT)

Tiada hal yang perlu kuperlihatkan kepada-Mu, Gustiku, Karena Engkau adalah Melihat itu sendiri, dan kalaupun aku bermaksud memperlihatkan sesuatu kepada-Mu, maka daya memperlihatkan itu pun tak lain adalah milik-Mu Tiada hal yang perlu kusembunyikan dari-Mu, Gustiku, karena setiap ruang persembunyian niscaya milik-Mu jua, dan kalaupun sesekali aku berusaha menyembunyikan sesuatu maka daya menyembunyikan itu hanyalah hasil pencurianku atas hukum-Mu Pernah kupasang topeng-topeng di wajahku, kulapiskan pakaian di badanku, kubungkuskan kepura-puraan  dihamburan kata-kata dan tingkah lakuku Namun selalu, Gustiku, diujung kepengecutan itu, akhirnya kutahu, bahwa kalau diantara selaksa kemungkinan ilmu-Mu, Engkau sediakan juga topeng-topeng penipu, tak lain itu adalah petunjuk agar aku berjuang melepaskan dan mencampakannya : Supaya aku peroleh Engkau Di akhir pengembaraanku. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna...