Skip to main content

#SOKTAHU : POLITIK UANG


Politik Uang Pilkada Negeri Ini (radioidola.com)

Nggak sengaja dapat broadcast dari temen kayak gini :

“Jika anda bersedia dibayar Rp.100.000 utk  memilih di Pilkada kali ini, berarti :
  • Rp.100.000, : 5 tahun, = Rp.20.000, 
  • 1 tahun (Rp.20.000) : 12 bulan, = Rp.1.666, 
  • dan Rp.1.666, : 30 hari = Rp. 55.5,

Jadi harga diri dari harga suara anda = Rp. 55.5/hari. Lebih murah dari harga sebuah permen kembalian dari toserba.

Dan yang memberimu uang itu pasti akan mencari penggantinya dengan menjual Sumber Daya Alam dan menggadaikan APBD di wilayahmu selama 5 tahun kedepan kepada pemodal yang mendanai uang yang anda terima seharga permen sehari itu.

JANGAN BERHARAP NEGERI INI BEBAS KORUPSI KALAU SUARA ANDA BISA DIBELI!!!

Pastikan Anda hadir dan berdaulat atas hak pilih Anda, Rabu, 27 juni nanti di TPS.
Salam JURDIL (Jujur dan Adil).”

Nah, pas banget kan, 4 hari lagi menjelang Pilkada. Politik uang ini memang menjadi keresahan kalangan manusia-manusia “waras” yang masih memikirkan nasib bangsa ini kedepannya.

Seharusnya, kalau iklim demokrasi yang sehat, tentu suara tidak bisa dibeli dengan mudah lewat “serangan fajar” (bagi yang belum tahu, serangan fajar itu bagi-bagi uang maupun sembako di dini hari pada hari H pelaksanaan pemilihan umum).

Serangan Fajar (nusantaramengaji.com)

Nah, repotnya karena sasarannya orang kurang mampu, istilahnya “sayang” kalau tidak mereka terima, kan “lumayan”, pasti pikirnya gitu.  Ini tentu menjadi tantangan bagi KPU sebagai penyelenggara, dan Bawaslu sebagai pengawas plus masyarakat yang benar-benar pro demokrasi yang JURDIL serta cinta negeri ini untuk mencegah hal-hal ini terjadi di Pilkada tahun ini.

Semoga harga diri kalian memang nggak serendah dan senaif itu, hanya demi segepok uang yang bakal cepat habis (pasti nggak terasa) dibandingkan penderitaan selama 5 tahun…
Semoga…

Comments

Popular posts from this blog

PUISI : AR ROZZAQ (YANG MAHA PENABUR REZEKI)

Andaikan cukup banyak orang  yang bersedia mengisi kehidupan dengan setia mencari bahan untuk mensyukuri kemahakayaan Tuhan Tentulah tak perlu kita bangun gedung yang terlalu tinggi, mesin-mesin industri, alat-alat muluk, konsumsi-konsumsi mewah yang hanya akan menjerat leher sendiri Namun inilah zaman dengan peradaban paling tinggi, di mana kebahagiaan dan kesejahteraan makin jauh untuk bisa digapai Inilah abad dengan kebudayaan paling gemerlap Di mana kesengsaraan manusia telah sampai pada titik paling mutlak dan rohani umat memasuki ruang yang paling gelap Inilah kurun sejarah  di mana rembulan telah bisa dijadikan layang-layang, di mana bumi digenggam cukup dengan alat satu dua inchi, di mana kemampuan perhubungan telah menjadi luas dunia menjadi satu mili, sehingga memungkinkan segala kebobrokan ini ditutup-tutupi. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna" Karya "Emha Ainun Nadjib"

PUISI : AL BASHIR (YANG MAHA MELIHAT)

Tiada hal yang perlu kuperlihatkan kepada-Mu, Gustiku, Karena Engkau adalah Melihat itu sendiri, dan kalaupun aku bermaksud memperlihatkan sesuatu kepada-Mu, maka daya memperlihatkan itu pun tak lain adalah milik-Mu Tiada hal yang perlu kusembunyikan dari-Mu, Gustiku, karena setiap ruang persembunyian niscaya milik-Mu jua, dan kalaupun sesekali aku berusaha menyembunyikan sesuatu maka daya menyembunyikan itu hanyalah hasil pencurianku atas hukum-Mu Pernah kupasang topeng-topeng di wajahku, kulapiskan pakaian di badanku, kubungkuskan kepura-puraan  dihamburan kata-kata dan tingkah lakuku Namun selalu, Gustiku, diujung kepengecutan itu, akhirnya kutahu, bahwa kalau diantara selaksa kemungkinan ilmu-Mu, Engkau sediakan juga topeng-topeng penipu, tak lain itu adalah petunjuk agar aku berjuang melepaskan dan mencampakannya : Supaya aku peroleh Engkau Di akhir pengembaraanku. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna&

PUISI : AL 'ALIIM (YANG MAHA MENGETAHUI)

Segala peristiwa, bagiku, hanya hampa Engkaulah yang mengajarkan Apakah ia rejeki atau bencana Dungu atau berilmu, bagiku, hanya bisu Engkaulah yang memberitahu Apakah ia sejati atau semu Miskin atau kaya, itu fatamorgana Engkaulah yang membukakan mata Untuk tahu harta yang baka Engkau... Gusti... Bertanya... Kenapa rejeki disebut bencana? Kenapa celaka dipujipuja? Kenapa ilmu menelan manusia? Kenapa miskin dianggap kaya? Kenapa oleh maya terbelalak mata? Beribu orang Gagal memahaminya Aku juga, Gusti, aku juga Namun ada Satu ilmu nyata Jika kepada-Mu kutumpahkan jiwa raga Tak ada bencana tak ada miskin papa Tak pernah sedih, tak sempat sia-sia Sebab Engkaulah Guru Yang Maha. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna" Karya "Emha Ainun Nadjib"