Skip to main content

PUISI : AL HAFIIDH (YANG MAHA MENJAGA)

Asmaul Husna - Al Hafiidh (Yang Maha Menjaga) - (kaligrafi--islam.blogspot.com)

Mungkin nanti sore aku akan mati,
atau Sang Izrail belum akan mengambil nyawa ini
Atau entahlah :
kalau memang aku dipanggil-Nya
itu semata-mata karena Ia setia menjaga,
dan kalau aku mendadak tiada,
maka itupun karena Ia sungguh Maha Murni
dari kemungkinan lupa menjaga

Nasib seluruh hamba-hamba-Nya,
lalu lintas pertarungan nilai-nilai diantara mereka,
adegan demi adegan yang tak pernah bisa diduga,
semuanya dikendalikan oleh tali-Nya
tanpa pernah kita mengerti 
makna aneh penjagaan-Nya 
kecuali
kita setia memahami bahasa
dan bentuk-bentuk isyarat-Nya

Sebulat-bulatnya kita menyodorkan 
pergelangan tangan kita 
untuk dari detik ke detik dipegang-Nya
namun kita tidak lantas tidur nyenyak
sambil menyuruh Tuhan
menjaga gembalaan kambing-kambing hidup kita
yang tak kita pasangkan tali di leher mereka

Tentulah Allah 
memang menjaga lalulalang kehidupan
dan gerak gerik alam semesta bahkan dijaga-Nya
agar duri ikan itu tak nyangkut di tenggorokan kita,
kemudian di perintah-Nya
usus-usus untuk memproses
agar bisa kita buang sampah-sampah makanan
demi kesehatan kita

Namun Allah bukan pembantu rumah tangga :
Ia adalah Sang Maha Penjaga,
kita adalah anggota-anggota organisasi-Nya
yang bertugas juga melakukan penjagaan
dengan terus menerus bekerja
meronda kehidupan,
agar berlaku kehendak-Nya,
yang diperuntukkan semata-mata
buat keselamatan kita.

Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna"
Karya "Emha Ainun Nadjib"

Comments

Popular posts from this blog

PUISI : AR ROZZAQ (YANG MAHA PENABUR REZEKI)

Andaikan cukup banyak orang  yang bersedia mengisi kehidupan dengan setia mencari bahan untuk mensyukuri kemahakayaan Tuhan Tentulah tak perlu kita bangun gedung yang terlalu tinggi, mesin-mesin industri, alat-alat muluk, konsumsi-konsumsi mewah yang hanya akan menjerat leher sendiri Namun inilah zaman dengan peradaban paling tinggi, di mana kebahagiaan dan kesejahteraan makin jauh untuk bisa digapai Inilah abad dengan kebudayaan paling gemerlap Di mana kesengsaraan manusia telah sampai pada titik paling mutlak dan rohani umat memasuki ruang yang paling gelap Inilah kurun sejarah  di mana rembulan telah bisa dijadikan layang-layang, di mana bumi digenggam cukup dengan alat satu dua inchi, di mana kemampuan perhubungan telah menjadi luas dunia menjadi satu mili, sehingga memungkinkan segala kebobrokan ini ditutup-tutupi. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna" Karya "Emha Ainun Nadjib"

PUISI : AL BASHIR (YANG MAHA MELIHAT)

Tiada hal yang perlu kuperlihatkan kepada-Mu, Gustiku, Karena Engkau adalah Melihat itu sendiri, dan kalaupun aku bermaksud memperlihatkan sesuatu kepada-Mu, maka daya memperlihatkan itu pun tak lain adalah milik-Mu Tiada hal yang perlu kusembunyikan dari-Mu, Gustiku, karena setiap ruang persembunyian niscaya milik-Mu jua, dan kalaupun sesekali aku berusaha menyembunyikan sesuatu maka daya menyembunyikan itu hanyalah hasil pencurianku atas hukum-Mu Pernah kupasang topeng-topeng di wajahku, kulapiskan pakaian di badanku, kubungkuskan kepura-puraan  dihamburan kata-kata dan tingkah lakuku Namun selalu, Gustiku, diujung kepengecutan itu, akhirnya kutahu, bahwa kalau diantara selaksa kemungkinan ilmu-Mu, Engkau sediakan juga topeng-topeng penipu, tak lain itu adalah petunjuk agar aku berjuang melepaskan dan mencampakannya : Supaya aku peroleh Engkau Di akhir pengembaraanku. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna&

PUISI : AL 'ALIIM (YANG MAHA MENGETAHUI)

Segala peristiwa, bagiku, hanya hampa Engkaulah yang mengajarkan Apakah ia rejeki atau bencana Dungu atau berilmu, bagiku, hanya bisu Engkaulah yang memberitahu Apakah ia sejati atau semu Miskin atau kaya, itu fatamorgana Engkaulah yang membukakan mata Untuk tahu harta yang baka Engkau... Gusti... Bertanya... Kenapa rejeki disebut bencana? Kenapa celaka dipujipuja? Kenapa ilmu menelan manusia? Kenapa miskin dianggap kaya? Kenapa oleh maya terbelalak mata? Beribu orang Gagal memahaminya Aku juga, Gusti, aku juga Namun ada Satu ilmu nyata Jika kepada-Mu kutumpahkan jiwa raga Tak ada bencana tak ada miskin papa Tak pernah sedih, tak sempat sia-sia Sebab Engkaulah Guru Yang Maha. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna" Karya "Emha Ainun Nadjib"