Skip to main content

REVIEW BUKU : YUK, NULIS PUISI

Cover Buku Yuk, Nulis Puisi
Resensi Buku Yuk, Nulis Puisi

Judul : Yuk, Nulis Puisi
Penulis : Tjahjono Widarmanto
Genre : Sosial Budaya
Penerbit : Laksana
Tahun Terbit : Cetakan ke-1, 2018
Tebal Buku : 160 halaman
No ISBN : 978-602-407-331-2
Harga Buku : 45.000 Rupiah (Toko Buku Gramedia)


Cerita Singkat :
Puisi…
Tempatku menyampaikan kata dengan rasa
Resah tak lagi mengendap di hati semata
Inilah yang dibutuhkan Indonesia hari ini
Karna tak semua hal bisa dijelaskan dengan logika
Apalagi hitung-hitungan di atas kertas

Sebuah karya sederhana dari Tjahjono Widarmanto, yang lebih menitik beratkan contoh dan aplikasi, bukan hanya teori.  Kenapa sederhana? Karena penulis sendiri beranggapan kalau buku ini difokuskan bagi anda yang baru belajar merangkai puisi, jadi ‘hanya’ berupa sesuatu yang umum namun dengan gaya bahasa yang mudah dipahami karena disertai contoh-contoh dari penyair terkenal, seperti Chairil Anwar, Taufiq Ismail, hingga karyanya sendiri.


Mural Chairil Anwar (urusandunia.com)


Penulis sendiri termasuk cukup expert di bidangnya, dibuktikan dengan beberapa penghargaan yang diraih, seperti Anugerah Sastrawan Pendidik dari Pusat Bahasa di tahun 2013.  Jadi, tak perlu diragukan lagi kemampuannya dalam membagi ilmu mengenai PuisiLet's read it...


Yang Menarik :
  • Tulisannya tidak terlalu berat, lebih banyak ke contoh sehingga menambah referensi ilmu, dan kata bagi pembaca
  • Beberapa contoh aliran/genre dalam puisi hingga tips mampu memudahkan kalian menulis puisi

Comments

Popular posts from this blog

PUISI : AR ROZZAQ (YANG MAHA PENABUR REZEKI)

Andaikan cukup banyak orang  yang bersedia mengisi kehidupan dengan setia mencari bahan untuk mensyukuri kemahakayaan Tuhan Tentulah tak perlu kita bangun gedung yang terlalu tinggi, mesin-mesin industri, alat-alat muluk, konsumsi-konsumsi mewah yang hanya akan menjerat leher sendiri Namun inilah zaman dengan peradaban paling tinggi, di mana kebahagiaan dan kesejahteraan makin jauh untuk bisa digapai Inilah abad dengan kebudayaan paling gemerlap Di mana kesengsaraan manusia telah sampai pada titik paling mutlak dan rohani umat memasuki ruang yang paling gelap Inilah kurun sejarah  di mana rembulan telah bisa dijadikan layang-layang, di mana bumi digenggam cukup dengan alat satu dua inchi, di mana kemampuan perhubungan telah menjadi luas dunia menjadi satu mili, sehingga memungkinkan segala kebobrokan ini ditutup-tutupi. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna" Karya "Emha Ainun Nadjib"

PUISI : AL BASHIR (YANG MAHA MELIHAT)

Tiada hal yang perlu kuperlihatkan kepada-Mu, Gustiku, Karena Engkau adalah Melihat itu sendiri, dan kalaupun aku bermaksud memperlihatkan sesuatu kepada-Mu, maka daya memperlihatkan itu pun tak lain adalah milik-Mu Tiada hal yang perlu kusembunyikan dari-Mu, Gustiku, karena setiap ruang persembunyian niscaya milik-Mu jua, dan kalaupun sesekali aku berusaha menyembunyikan sesuatu maka daya menyembunyikan itu hanyalah hasil pencurianku atas hukum-Mu Pernah kupasang topeng-topeng di wajahku, kulapiskan pakaian di badanku, kubungkuskan kepura-puraan  dihamburan kata-kata dan tingkah lakuku Namun selalu, Gustiku, diujung kepengecutan itu, akhirnya kutahu, bahwa kalau diantara selaksa kemungkinan ilmu-Mu, Engkau sediakan juga topeng-topeng penipu, tak lain itu adalah petunjuk agar aku berjuang melepaskan dan mencampakannya : Supaya aku peroleh Engkau Di akhir pengembaraanku. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna&

PUISI : AL 'ALIIM (YANG MAHA MENGETAHUI)

Segala peristiwa, bagiku, hanya hampa Engkaulah yang mengajarkan Apakah ia rejeki atau bencana Dungu atau berilmu, bagiku, hanya bisu Engkaulah yang memberitahu Apakah ia sejati atau semu Miskin atau kaya, itu fatamorgana Engkaulah yang membukakan mata Untuk tahu harta yang baka Engkau... Gusti... Bertanya... Kenapa rejeki disebut bencana? Kenapa celaka dipujipuja? Kenapa ilmu menelan manusia? Kenapa miskin dianggap kaya? Kenapa oleh maya terbelalak mata? Beribu orang Gagal memahaminya Aku juga, Gusti, aku juga Namun ada Satu ilmu nyata Jika kepada-Mu kutumpahkan jiwa raga Tak ada bencana tak ada miskin papa Tak pernah sedih, tak sempat sia-sia Sebab Engkaulah Guru Yang Maha. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna" Karya "Emha Ainun Nadjib"