Skip to main content

CELOTEH AKBAR : MENGULITI ASIAN GAMES 2018

Pertunjukan kembang api di Closing Ceremony Asian Games 2018
Pertunjukan kembang api di Closing Ceremony Asian Games 2018

Asian Games ke-18
Energy of Asia
Sebuah pesta
yang dibuka dengan sempurna
dan ditutup secara paripurna

Inginnya sukses promosi, pariwisata,
budaya, dan ekonomi rakyat berdaya
Apadikata, gregetnya masih kurang terasa
Kata sebagian pengamat layar kaca

Panas baru 2 minggu terakhir
The power of kepepet pun diukir
Ledakan euforia membuncah
Mulai gang sempit sampai mall mewah

Andaikata tiket tak tersendat
Calo berkeliaran dengan nikmat
Harga tiket berlipat-lipat
Bagai tak takut dilaknat
Tuk polisi, harap berpatroli
Tuk masyarakat, kebiasaan jadul perlu diganti
Menunggu sejak malam berganti
Ada online maunya ngantri
Sarana transport monoton
menambah derita penonton

Setiap orang, setiap negara punya rasa yang disuka
Panitia bertanggungjawab sepenuhnya
Niatnya air kelapa tambah jadi santan
Kesalahan elementer yang menggelikan
Namun juga memalukan

Beda Panitia, Beda Atlet yang berlaga
31 emas, 24 perak, dan 43 perunggu
Total 98 medali, itu banyak sekali
Prestasi luar biasa untuk 73 tahun Indonesia
Harmoni atlet, pelatih dan pemerintah
Membuat semua terlihat mudah
Dan tentunya indah
Entah realistis atau pesimis
Target terlampaui dengan manis

Namun,
Jangan terlalu bungah, kawan
Jalan masih panjang kedepan
Bung Karno pernah berkata
Asian Games bukan sekadar pesta olahraga
Tapi juga tuk membangun karakter bangsa
Semoga anak cucu kita semakin bergairah kelak
membuat jantung Indonesia berdetak
Merasakan kegembiraan berada di puncak

Comments

Popular posts from this blog

PUISI : AR ROZZAQ (YANG MAHA PENABUR REZEKI)

Andaikan cukup banyak orang  yang bersedia mengisi kehidupan dengan setia mencari bahan untuk mensyukuri kemahakayaan Tuhan Tentulah tak perlu kita bangun gedung yang terlalu tinggi, mesin-mesin industri, alat-alat muluk, konsumsi-konsumsi mewah yang hanya akan menjerat leher sendiri Namun inilah zaman dengan peradaban paling tinggi, di mana kebahagiaan dan kesejahteraan makin jauh untuk bisa digapai Inilah abad dengan kebudayaan paling gemerlap Di mana kesengsaraan manusia telah sampai pada titik paling mutlak dan rohani umat memasuki ruang yang paling gelap Inilah kurun sejarah  di mana rembulan telah bisa dijadikan layang-layang, di mana bumi digenggam cukup dengan alat satu dua inchi, di mana kemampuan perhubungan telah menjadi luas dunia menjadi satu mili, sehingga memungkinkan segala kebobrokan ini ditutup-tutupi. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna" Karya "Emha Ainun Nadjib"

PUISI : AL BASHIR (YANG MAHA MELIHAT)

Tiada hal yang perlu kuperlihatkan kepada-Mu, Gustiku, Karena Engkau adalah Melihat itu sendiri, dan kalaupun aku bermaksud memperlihatkan sesuatu kepada-Mu, maka daya memperlihatkan itu pun tak lain adalah milik-Mu Tiada hal yang perlu kusembunyikan dari-Mu, Gustiku, karena setiap ruang persembunyian niscaya milik-Mu jua, dan kalaupun sesekali aku berusaha menyembunyikan sesuatu maka daya menyembunyikan itu hanyalah hasil pencurianku atas hukum-Mu Pernah kupasang topeng-topeng di wajahku, kulapiskan pakaian di badanku, kubungkuskan kepura-puraan  dihamburan kata-kata dan tingkah lakuku Namun selalu, Gustiku, diujung kepengecutan itu, akhirnya kutahu, bahwa kalau diantara selaksa kemungkinan ilmu-Mu, Engkau sediakan juga topeng-topeng penipu, tak lain itu adalah petunjuk agar aku berjuang melepaskan dan mencampakannya : Supaya aku peroleh Engkau Di akhir pengembaraanku. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna&

PUISI : AL 'ALIIM (YANG MAHA MENGETAHUI)

Segala peristiwa, bagiku, hanya hampa Engkaulah yang mengajarkan Apakah ia rejeki atau bencana Dungu atau berilmu, bagiku, hanya bisu Engkaulah yang memberitahu Apakah ia sejati atau semu Miskin atau kaya, itu fatamorgana Engkaulah yang membukakan mata Untuk tahu harta yang baka Engkau... Gusti... Bertanya... Kenapa rejeki disebut bencana? Kenapa celaka dipujipuja? Kenapa ilmu menelan manusia? Kenapa miskin dianggap kaya? Kenapa oleh maya terbelalak mata? Beribu orang Gagal memahaminya Aku juga, Gusti, aku juga Namun ada Satu ilmu nyata Jika kepada-Mu kutumpahkan jiwa raga Tak ada bencana tak ada miskin papa Tak pernah sedih, tak sempat sia-sia Sebab Engkaulah Guru Yang Maha. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna" Karya "Emha Ainun Nadjib"