Skip to main content

REVIEW BUKU : AKU BOCAH 10 TAHUN PEMBEBAS BUDAK ANAK

Cover Buku Aku Bocah 10 Tahun Pembebas Budak Anak
Sinopsis Buku Aku Bocah 10 Tahun Pembebas Budak Anak

Judul : Aku Bocah 10 Tahun Pembebas Budak Anak
Penulis : Andrew Crofts
Genre : Biografi
Penerbit : Puspa Populer
Tahun Terbit : 2013
Tebal Buku : 265 halaman
No ISBN : 978-602-8290-95-1
Harga Buku : 48.000 Rupiah diskon 15% jadi 40.800 (bukukita.com)


Cerita Singkat :
Masa kanak-kanak
Waktunya bermain
Terus mengumbar senyum
Masa perkenalan dengan teman
Semuanya direnggut
Oleh satu kata bernama
Uang
Demi menghidupi keluarga
Dipaksa mereka bekerja
Banting tulang, berdarah-darah
Dimaki dan disiksa
Namun cahaya itu selalu ada
Di tengah malam yang temaram

Iqbal Masih, bocah berusia 4 tahun asal Pakistan, memiliki kehidupan yang jauh berbeda diantara teman-teman seusianya.  Tidak ada waktu bermain, dan tidak mengenyam pendidikan yang layak, hanya kerja, kerja, dan kerja, seperti tagline Presiden Indonesia saat ini.

Kemiskinan menjadi akar permasalahan keluarga Iqbal.  Ibunya yang merasa buah hatinya itu merepotkan memilih untuk menjualnya agar dipekerjakan sebagai buruh di pabrik karpet.  Dengan alasan bekerja untuk kehormatan keluarga, Iqbal dengan polosnya menuruti sekaligus sebagai tanda cintanya kepada ibunya.

Kisah Iqbal yang dijual keluarganya untuk bekerja sebagai buruh pembuat karpet (room201atgccs.com)
Kisah Iqbal yang dijual keluarganya untuk bekerja sebagai buruh pembuat karpet (room201atgccs.com)

Apadaya, mimpi tak seindah kenyataan.  Iqbal yang bekerja dengan bagus pindah dari satu majikan ke majikan yang lain karena tengil dan akhirnya bertemu majikan yang sangat keras peringainya.  Berbagai alat penyiksa digunakan untuk membuat mereka tetap bekerja sampai memenuhi target yang ditentukan.

Tubuh kecil dari budak-budak anak tersebut remuk redam mendapat perlakuan seperti itu.  Mereka hanya bisa pasrah menghadapi kenyataan untuk membayar utang keluarga mereka.  Iqbal sendiri pernah berhasil kabur untuk lapor ke kantor polisi, namun apa yang terjadi?

Penasaran kan? Lalu pasti kalian ingin tahu tentang cerita Iqbal yang akhirnya benar-benar berhasil kabur dan bersuara hingga diundang dunia Internasional ke Wina, Austria? Terus apa yang terjadi dengannya sekarang?

 
Foto Iqbal Masih bersama Michael Stipe (kiri) dan Peter Gabriel (kanan) di Northeastern University (bumirakyat.wordpress.com)
Foto Iqbal Masih bersama Michael Stipe (kiri) dan Peter Gabriel (kanan) di Northeastern University (bumirakyat.wordpress.com)


Baca dong bukunya, inspiratif dan menggugah semangat kembali karena Iqbal adalah satu dari sekian banyak orang yang tidak seberuntung kita, yang masih bisa membaca tulisan ini.  Masihkah kalian akan mengeluh?


Yang Menarik : 
  • Cerita realita masih banyaknya perbudakan anak di masa kini, dalam hal ini dipaksa bekerja 
  • Pelajaran untuk tetap menegakkan kepala di saat berbagai masalah menimpa, anak kecil saja bisa, kenapa kita tidak?

Quote Iqbal Masih untuk merubah mindset anak-anak (tes.com)
Quote Iqbal Masih untuk merubah mindset anak-anak (tes.com)



Yang Terasa Kurang/Saran :
Ini masalah selera saja sih, hanya kalau tulisan terus dari awal sampai akhir (baru dikasih dokumentasi di beberapa halaman terakhir), dapat membuat bosan pembaca.  Menurutku lebih baik jika dalam perjalanan kita membaca, ada gambar maupun quotes yang menemani.

Comments

Popular posts from this blog

PUISI : AR ROZZAQ (YANG MAHA PENABUR REZEKI)

Andaikan cukup banyak orang  yang bersedia mengisi kehidupan dengan setia mencari bahan untuk mensyukuri kemahakayaan Tuhan Tentulah tak perlu kita bangun gedung yang terlalu tinggi, mesin-mesin industri, alat-alat muluk, konsumsi-konsumsi mewah yang hanya akan menjerat leher sendiri Namun inilah zaman dengan peradaban paling tinggi, di mana kebahagiaan dan kesejahteraan makin jauh untuk bisa digapai Inilah abad dengan kebudayaan paling gemerlap Di mana kesengsaraan manusia telah sampai pada titik paling mutlak dan rohani umat memasuki ruang yang paling gelap Inilah kurun sejarah  di mana rembulan telah bisa dijadikan layang-layang, di mana bumi digenggam cukup dengan alat satu dua inchi, di mana kemampuan perhubungan telah menjadi luas dunia menjadi satu mili, sehingga memungkinkan segala kebobrokan ini ditutup-tutupi. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna" Karya "Emha Ainun Nadjib"

PUISI : AL BASHIR (YANG MAHA MELIHAT)

Tiada hal yang perlu kuperlihatkan kepada-Mu, Gustiku, Karena Engkau adalah Melihat itu sendiri, dan kalaupun aku bermaksud memperlihatkan sesuatu kepada-Mu, maka daya memperlihatkan itu pun tak lain adalah milik-Mu Tiada hal yang perlu kusembunyikan dari-Mu, Gustiku, karena setiap ruang persembunyian niscaya milik-Mu jua, dan kalaupun sesekali aku berusaha menyembunyikan sesuatu maka daya menyembunyikan itu hanyalah hasil pencurianku atas hukum-Mu Pernah kupasang topeng-topeng di wajahku, kulapiskan pakaian di badanku, kubungkuskan kepura-puraan  dihamburan kata-kata dan tingkah lakuku Namun selalu, Gustiku, diujung kepengecutan itu, akhirnya kutahu, bahwa kalau diantara selaksa kemungkinan ilmu-Mu, Engkau sediakan juga topeng-topeng penipu, tak lain itu adalah petunjuk agar aku berjuang melepaskan dan mencampakannya : Supaya aku peroleh Engkau Di akhir pengembaraanku. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna&

PUISI : AL 'ALIIM (YANG MAHA MENGETAHUI)

Segala peristiwa, bagiku, hanya hampa Engkaulah yang mengajarkan Apakah ia rejeki atau bencana Dungu atau berilmu, bagiku, hanya bisu Engkaulah yang memberitahu Apakah ia sejati atau semu Miskin atau kaya, itu fatamorgana Engkaulah yang membukakan mata Untuk tahu harta yang baka Engkau... Gusti... Bertanya... Kenapa rejeki disebut bencana? Kenapa celaka dipujipuja? Kenapa ilmu menelan manusia? Kenapa miskin dianggap kaya? Kenapa oleh maya terbelalak mata? Beribu orang Gagal memahaminya Aku juga, Gusti, aku juga Namun ada Satu ilmu nyata Jika kepada-Mu kutumpahkan jiwa raga Tak ada bencana tak ada miskin papa Tak pernah sedih, tak sempat sia-sia Sebab Engkaulah Guru Yang Maha. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna" Karya "Emha Ainun Nadjib"