Skip to main content

#SOKTAHU : ARTIS DI PILEG 2019 - IDEALIS ATAU MAINSTREAM?

Artis masuk Politik (news.detik.com/Zaki Alfarabi)

Politik Praktis…

Mencaplok artis sebagai kader

Bikin politik jadi seger

Semoga lawan ikut keder



Artis jadi murid dadakan

Butuh lebih dari sekedar rupawan

Kecerdasan pun wajib dikedepankan



DPR tak hanya tempat pembelajaran

Marwah DPR kembali jadi taruhan

Apa kehormatan anggota dewan tinggal kenangan?



Caleg Artis…

Jika terpilih, apa yang bisa kamu perbuat?

Bisakah engkau berdebat?

Atau hanya sekedar jadi tempat curhat?

Tapi tak mampu berbuat?

Seperti apa karya artis di politik? (wartakota.tribunnews.com)

Artis goes to Politik
Kalau kita ingat, fenomena artis masuk partai politik mulai heboh saat Pileg 2014, saat itu sekitar 74 caleg mendaftar melalui berbagai partai.  Sah-sah saja sih sebagai warga negara yang baik bisa berkontribusi lewat apapun, termasuk terjun ke dunia politik.  

Namun, jika kita telisik lebih dalam, selalu timbul pertanyaan, kenapa artis? Simpel aja, untuk menaikkan elektabilitas karena namanya public figure itu sudah dikenal, itu rata-rata jawaban yang aku tahu dari pengamat politik. 

Nah, kenapa artis mau diajak ke dunia yang tidak benar-benar mereka tahu? Apakah karena sudah nggak laku? Selalu jawabannya ingin berkontribusi lebih untuk rakyat setelah dirasa sudah cukup untuk menghibur rakyat lewat karya seni mereka, okay, let’s be a positive thinking person.

Kualitas artis selalu jadi pertanyaan (kaskus.co.id)

Bagaimana dengan kualitas mereka? Mampukah mereka secara mental (kalau dari public speaking skill, aku yakin artis sudah terlatih) berdebat dengan politikus-politikus Senayan yang telah makan asam garam di dunia perpolitikan? Yakinkah mereka bisa mempertahankan idealisme yang telah dibawa sebagai janji kepada rakyat? Dan berbagai pertanyaan lain yang mungkin ratusan jumlahnya.

Keraguan-keraguan itu muncul bukan tanpa alasan, dunia hiburan dan dunia politik itu berbeda 180o.  Kalau dianalogikan seperti manis & pahit, dua hal yang menggambarkan kedua dunia tersebut.  Jadi memang jangan diharapkan muluk-muluk ada perubahan jika artis akhirnya benar-benar masuk ke Senayan. 

Bukannya meremehkan, kalau dianalogikan dengan ujian, yang satunya belajar dengan Sistem Kebut Semalam (SKS) khas Indonesia, yang satunya telah melalui proses yang sangat panjang untuk belajar, sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit.  Tentu manakah yang berhasil dalam jangka panjang, tidak hanya jangka pendek? Yaa kalian pasti tahu sendiri jawabannya


Makin cerdasnya masyarakat Indonesia dalam menentukan pilihan (Google Play)

Makin cerdasnya masyarakat Indonesia
Tapi, yang aku bersyukur, masyarakat Indonesia semakin dewasa dalam berpolitik, tidak gampang terbuai dengan ketenaran artis.  Terbukti, pada pileg tahun 2014 (disarikan dari acara Mata Najwa), dari 74 caleg artis yang mendaftar, hanya 19 orang (sekitar 26%) yang mampu melenggang ke Senayan.  Alhamdulillah…

Jadi, hal ini mampu memutarbalikkan teori politik, bahwa popularitas dan elektabilitas, mungkin masih menjadi salah satu faktor penting yang menentukan kemenangan, namun juga bukan faktor yang utama.  Rekam jejak, integritas, dan kapabilitas juga sangatlah diperhatikan oleh konstituen.

Nah, sekarang kita tunggu, bagaimana aksi dari 54 artis yang akan berkontestasi pada Pileg tahun 2019, akankah ada perbaikan dari segi kualitas maupun kuantitas keterpilihan nanti?

Akankah caleg artis lebih berhasil di pileg 2019? (pekanbaru.tribunnews.com)

Yap, pada akhirnya, semoga keterlibatan artis hanya bagian dari strategi parpol untuk memenangkan kompetisi, merebut kekuasaan, sekaligus jika terpilih mampu memberikan manfaat yang benar-benar nyata bagi bangsa dan negara, bukan akibat kegagalan regenerasi kader parpol.

Sumber Informasi :

Sari, I. Y. (2018, Juli 21). Ini Dia 54 Artis Nyaleg di Pemilu Legislatif 2019. Retrieved from Liputan6.com: https://www.liputan6.com/showbiz/read/3595944/ini-dia-54-artis-nyaleg-di-pemilu-legislatif-2019
Mata Najwa
CNN Indonesia

Comments

Popular posts from this blog

PUISI : AR ROZZAQ (YANG MAHA PENABUR REZEKI)

Andaikan cukup banyak orang  yang bersedia mengisi kehidupan dengan setia mencari bahan untuk mensyukuri kemahakayaan Tuhan Tentulah tak perlu kita bangun gedung yang terlalu tinggi, mesin-mesin industri, alat-alat muluk, konsumsi-konsumsi mewah yang hanya akan menjerat leher sendiri Namun inilah zaman dengan peradaban paling tinggi, di mana kebahagiaan dan kesejahteraan makin jauh untuk bisa digapai Inilah abad dengan kebudayaan paling gemerlap Di mana kesengsaraan manusia telah sampai pada titik paling mutlak dan rohani umat memasuki ruang yang paling gelap Inilah kurun sejarah  di mana rembulan telah bisa dijadikan layang-layang, di mana bumi digenggam cukup dengan alat satu dua inchi, di mana kemampuan perhubungan telah menjadi luas dunia menjadi satu mili, sehingga memungkinkan segala kebobrokan ini ditutup-tutupi. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna" Karya "Emha Ainun Nadjib"

PUISI : AL BASHIR (YANG MAHA MELIHAT)

Tiada hal yang perlu kuperlihatkan kepada-Mu, Gustiku, Karena Engkau adalah Melihat itu sendiri, dan kalaupun aku bermaksud memperlihatkan sesuatu kepada-Mu, maka daya memperlihatkan itu pun tak lain adalah milik-Mu Tiada hal yang perlu kusembunyikan dari-Mu, Gustiku, karena setiap ruang persembunyian niscaya milik-Mu jua, dan kalaupun sesekali aku berusaha menyembunyikan sesuatu maka daya menyembunyikan itu hanyalah hasil pencurianku atas hukum-Mu Pernah kupasang topeng-topeng di wajahku, kulapiskan pakaian di badanku, kubungkuskan kepura-puraan  dihamburan kata-kata dan tingkah lakuku Namun selalu, Gustiku, diujung kepengecutan itu, akhirnya kutahu, bahwa kalau diantara selaksa kemungkinan ilmu-Mu, Engkau sediakan juga topeng-topeng penipu, tak lain itu adalah petunjuk agar aku berjuang melepaskan dan mencampakannya : Supaya aku peroleh Engkau Di akhir pengembaraanku. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna&

PUISI : AL 'ALIIM (YANG MAHA MENGETAHUI)

Segala peristiwa, bagiku, hanya hampa Engkaulah yang mengajarkan Apakah ia rejeki atau bencana Dungu atau berilmu, bagiku, hanya bisu Engkaulah yang memberitahu Apakah ia sejati atau semu Miskin atau kaya, itu fatamorgana Engkaulah yang membukakan mata Untuk tahu harta yang baka Engkau... Gusti... Bertanya... Kenapa rejeki disebut bencana? Kenapa celaka dipujipuja? Kenapa ilmu menelan manusia? Kenapa miskin dianggap kaya? Kenapa oleh maya terbelalak mata? Beribu orang Gagal memahaminya Aku juga, Gusti, aku juga Namun ada Satu ilmu nyata Jika kepada-Mu kutumpahkan jiwa raga Tak ada bencana tak ada miskin papa Tak pernah sedih, tak sempat sia-sia Sebab Engkaulah Guru Yang Maha. Dikutip dari buku "Syair-Syair Asmaul Husna" Karya "Emha Ainun Nadjib"