Hutan itu...
Menstabilkan
Menenangkan
Penuh Keindahan
Penuh Keberagaman
Hutan itu…
Bukan sekedar pepohonan
Bukan sekedar
lukisan Tuhan
Tapi, diperuntukkan
untuk kalian
Makhluk-makhluk ciptaan
Wahai pengeruk harta-harta
terpendam
Tegakah kalian mendengar
tangisan alam
Kemanakah mata
batin kalian
Melihat makhluk
hidup merintih kesakitan
Reruntuhan tanah
menyerang dengan tajam
Air bah pun tak
dapat digenggam
Yap, sedikit
puisi untuk hutan, menggambarkan kekayaan hutan, ciptaan luar biasa dari Tuhan yang
sedang digerus oleh tangan-tangan serakah lagi tak bertanggung jawab (terjadi
kerusakan hutan di Indonesia sebanyak ±2% per tahun). Hal ini telah dijelaskan dalam Al-Qur’an
surat Ar Rum (30) ayat 41 yang artinya kurang lebih berikut ini :
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan karena perbuatan tangan manusia supaya Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang
benar).”
Kebakaran hutan
di Indonesia pada tahun 2017 tentu tidak akan lepas dari ingatan siapapun dan
menjadi alarm bagi negeri ini, bahwa masih banyak kekurangan dalam sistem pengelolaan
hutan di Indonesia, baik dari segi teknis maupun penegakan hukumnya.
Riza Marlon,
seorang fotografer yang mengabdikan diri untuk mendokumentasikan kekayaan hutan
Indonesia (terutama satwa liar) pernah berujar dalam sebuah acara di salah satu
televisi swasta Indonesia, bahwa laju kerusakan hutan memang lebih cepat dari
laju dokumentasi.
Secanggih-canggihnya
alat kalau tidak segera melaksanakan dokumentasi secara cepat dan tepat,
bisa-bisa hutan berganti menjadi kebun, satwa tidak punya tempat tinggal dan
akan punah. Beliau pun akan kehilangan
momen untuk mengenalkan satwa-satwa unik asli Indonesia yang tidak ada
dimanapun di dunia.
Padahal, manfaat
hutan itu luar biasa, kurang lebih ada 4 fungsi hutan yang utama seperti :
1. Mencegah
longsor
2. Sebagai
tempat meresapnya air untuk mencegah banjir tentunya.
3. Meningkatkan
produksi oksigen serta menyerap karbondioksida;
4. Menjadi
tempat satwa liar hidup, yang berguna selain untuk keunikan suatu wilayah, juga
sebagai salah satu “personel” dalam rantai makanan dan sebagai arsitek hutan
juga (menurut Riza Marlon).
Kalau soal keberagaman,
Aku ambil contoh di Malang, yang memiliki hutan kota yang namanya Hutan
Malabar, disana saja walaupun dengan luas yang kecil untuk ukuran hutan, yaitu
16.718 hektar, tapi keanekaragaman vegetasinya luar biasa, bisa dilihat dari
foto di bawah ini :
Bayangkan saja,
dengan luas yang tidak besar itu bisa ditanami kurang lebih 60 jenis vegetasi,
bagaimana dengan yang diluar sana? Pasti menakjubkan
Aku sendiri sih
selain pernah ke hutan kota alias Malabar, tapi juga pernah ke hutan yang
sebenarnya, walaupun bukan hutan Kalimantan dan Sumatera yang terkenal dengan
wilayahnya yang luas dan lebat. Namun, selalu
seru melewati hutan, contohnya dulu pernah ikut suatu acara namanya Penelusuran
DAS Brantas ke 11 (PDB XI), yang dimana salah satunya rutenya melewati hutan dari Arboretum
Sumber Brantas menuju ke daerah Coban Talun yang dikelola Perhutani.
Bagaimana kita
bisa melihat pohon-pohon produktif seperti pohon karet dan pinus, lalu ada
hewan bebas berkeliaran (walaupun itu punya warga setempat, seperti anjing
untuk menjaga area hutan miliknya), menelusuri sungai, dan lain
sebagainya. Dua jempol deh pokoknya
Yah, semoga
orang-orang yang telah menjarah hutan Indonesia (terutama yang sedang
parah-parahnya mengekstensifikasi perkebunan) segera diketuk pintu hatinya,
agar mencari lahan rezeki lain yang tentu tidak merusak lingkungan. Semoga…
Comments
Post a Comment